Kali Kedua, Museum NTB Pamerkan Benda Pusaka 8 Desa

Salah satu peserta pameran Pusaka Desa dari Desa Golong Narmada (foto/Kilas NTB)

Lombok Barat (Kilasntb.com) - Bertepatan dengan event Perang Topat, kali kedua Museum Nusa Tenggara Barat menggelar pameran pusaka desa di Festival Museum Desa di Pura Lingsar, Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat, Minggu (15/12/2024).

"Pameran ini terselenggara atas kerja sama Pemerintah Provinsi NTB dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat," kata Kepala Museum NTB, Ahmad Nuralam di sela-sela kegiatan pameran.

Sebanyak 8 dari 12 desa yang diundang, di Kecamatan Lingsar dan Narmada menjadi peserta pameran tersebut.

Menurutnya, pameran tersebut sebagai bagian dari upaya mendorong agar desa-desa di kabupaten ini bisa melestarikan pusaka masing-masing, dengan cara memamerkan ke masyarakat.

"Sehingga masyarakat tahu, ternyata di setiap desa ada benda pusakanya," ujarnya.

Event pameran benda pusaka tersebut, kata dia masuk dalam rencana strategis musem bertajuk Kota Ku Museum ku, Kampung ku Museum ku, agar pelestarian benda pusaka dapat terakomodir dalam program desa wisata, dan memiliki nilai ekonomis.

"Kalau di luar negeri, museum tidak terlepas dari pariwisata. Sehingga muncul pariwisata berbasis kebudayaan," ujarnya.

Saat ini Provinsi NTB menetapkan sekitar 99 Desa Wisata. Ketika masing-masing desa wisata memiliki situs museum desa, otomatis pergerakan wisatawan di pedesaan dapat terakomodir.

Pameran benda pusaka tersebut juga sebagai momentum bagi Museum NTB, untuk memberikan stimulan bagaimana display dan membuat narasi story telling terhadap situs dan benda pusaka.

"Nanti kami berikan reward berupa uang pembinaan. Untuk display yang paling bagus juara I Rp. 5 juta, Juara 2 Rp. 4 juta, dan juara 3 Rp. 3 juta. Sedangkan juara harapan Rp. 1,5 juta," rincinya.

Meski, proses penilaiannya lebih komplek. Itu sebabnya, menaikan uang pembinaannya. Di sisi lain ia menilai, benda pusaka di NTB tergolong unik dibanding luar negeri. Ini disebabkan keberadaannya meski di dalam museum, namun tradisinya masih terjaga di masyarakat.

"Setidak-tidaknya, ini menjadi cara kita menjaga ingatan kolektif masyarakat terkait indentitas kebudayaan. Ketika kebudayaan itu bisa diidentifikasi dengan dirinya, maka akan ada ketahanan budaya," tutupnya. (Red)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama