![]() |
Konferensi Pers Polda NTB |
Mataram (Kilasntb.com) - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) tetapkan tiga tersangka dalam ungkap kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilakukan PT. PSM berdasarkan 53 pengaduan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) lantaran selama satu tahun lebih tidak kunjung diberangkatkan ke negara Taiwan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Rustiawan mengatakan penindakan ini dilakukan berawal dari informasi masyarakat kepada Satgas TPPO Polda NTB. Dikatakan, sejak bulan Januari hingga Mei 2022, terdapat 132 CPMI bermasalah yang direkrut oleh PT. PSM yang berlokasi di Jalan Transmigrasi, Majeluk Kota Mataram, dengan total uang yang disetorkan oleh para CPMI hampir mencapai Rp 2 miliar.
"Pada tanggal 3 Agustus 2023 ditetapkan tahap penyidikan, kemudian tanggal 22 dan 23 Agustus sudah ditetapkan menjadi tiga orang tersangka sebagai pelaku TPPO," beber Teddy saat konferensi pers, pada Rabu (06/09/2023) di Polda NTB.
Teddy menyebutkan, tersangka pertama yakni Kepala Cabang PT. PSM berinisial RD berperan dalam proses penempatan CPMI menerima setoran dari tersangka S dan J selalu pekerja lapangan.
Kemudian, Tersangka kedua adalah S sebagai pekerja lapangan yang bertugas melakukan pengerekrutkan CPMI di wilayah Lombok Utara. "Ia menerima uang sebesar Rp 742 juta dari 45 orang CPMI dengan fee sebesar Rp 69,5 juta," ucap Teddy.
Sementara tersangka ketiga yakni J, berperan melakukan pengerekrutkan di wilayah Kota Mataram. "Dari 8 orang CPMI, terkumpul dana sebesar Rp 94 juta rupiah, dengan keuntungan yang didapat sebesar Rp 21 juta.
Kini dua orang tersangka, RD dan S sudah ditahan di Rutan Polda NTB, J tengah menjalani masa pidana di Lapas Kelas II A Mataram atas kasus tindak pidana penipuan yang berbeda.
Teddy mengatakan, modus operandi yang digencarkan para tersangka adalah dijanjikan untuk bekerja di bidang konstruksi bangunan dan pekerja pabrik dengan biaya yang dibebankan kepada CPMI sebesar Rp 10 juta hingga lebih dari Rp 40 juta.
Tentunya ini bertentangan dengan peraturan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nomor 785 Tahun 2022 tentang biaya penempatan pekerja migran yang ditempatkan oleh perusahaan penempatan pekerja migran.
"Jadi sesuai aturan, untuk penempatan CPMI di negara Taiwan sesuai dengan bidang konstruksi dan pekerja bangunan atau pekerja pabrik, sesuai aturan resmi biayanya sekitar Rp 22 juta, namun PT. PSM memungut Rp 40 juta bahkan lebih," pungkasnya.
Menurut Teddy, RD selaku Kepala Cabang PT. PSM melakukan penempatan tanpa didukung admistrasi berupa Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI) yang diterbitkan oleh BP2MI dan tidak ada job order soal pengerekrutkan tersebut.
"Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 10 dan atau Pasal 11 Junto Pasal 4 yaituelalikan percobaan atau merencanakan TPPO sebagaimana diatur dalam Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan selama-lamanya 15 tahun. Dan atau Pasal 83 Junto Pasal 68 junto Pasal 5 atau Pasal 86 Junto Pasal 72 yaitu penempatan PMI secara nonprosedural sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 18 tahun 2017 dengan ancaman hukuman 10 tahun dan denda sebesar Rp 15 Miliar," tandasnya. (Fr)