Harga Jagung Anjlok, STN NTB Tuntut Pemerintah Tertibkan Pemilik Gudang Jagung yang Tidak Miliki Lahan Inti


Ilustrasi petani jagung (sumber/istimewa)

Mataram (Kilasntb.com) - Dalam pekan terakhir ini, petani jagung yang sebagian besar berasal dari Pulau Sumbawa dan sekitarnya ribut soal harga jagung yang anjlok di harga Rp 4.200 hingga Rp 4.300 per kilogram. 

Ketua Serikat Tani Nelayan (STN) Nusa Tenggara Barat (NTB), Irfan mengatakan, sampai hari ini regulasi yang mengatur budidaya dan pembelian jagung, tidak sama sekali tertera dengan detail, baik hak dan kewajiban perusahaan, serta kewenangan pemerintah yang mengatur pemilik Corn Drayer (Gudang Jagung) tersebut.

Ia pun meminta pemerintah menertibkan pemilik Corn Drayer (gudang Jagung), guna mengetahui lahan inti sehingga kapasitas daya tampung Corn Drayer, dan kemampuan daya beli dapat diketahui.

"Betulkah sebagian besar petani tanam jagung di lahan milik dan datar?," tanyanya, Kamis (18/04/2024).

Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun 2022 di wilayah Bima dan Dompu, terdapat 202 ribu hektar lahan jagung termasuk 58 ribu hektar dalam kawasan hutan. Selain itu masih ada 117 ribu hektar pada lereng dengan kemiringan 15-30 derajat.

"Lebih dari 50% lahan jagung di lahan miring yang ke depan produktifitasnya akan terus menurun. Inilah potensi desertifikasi di Pulau Sumbawa dan produktifitas akan terus turun serta akan banyak makan pupuk," ujarnya.

Dari Data BRIN 2022, menurut Irfan, sebagian besar sungai-sungai di Bima dan Dompu sudah terkontaminasi amoniak di atas baku mutu.

"Nah alasan daya dukung, daya tampung (DDDT) lah yang membuat kita risau, dapat mempengaruhi daya beli dan anjloknya harga hasil panen petani (HPP), maka di sisi lingkungan berakibat kerusakan DAS yg selama ini menyuplai air bendungan. DAS yg relatif sehat saja seperti DAS Sumbawa yang hulunya Batudulang mulai kita khawatir apalagi DAS-DAS di Sumbawa bagian timur dan DAS Beh, begitupun yang di Dompu dan Bima," tuturnya.

Ia menyarankan bagi para pebisnis jagung untuk menyediakan lahan inti. Begitu pula dengan dengan industri playwood, industri Pulp dan Paper mereka harus punya hutan tanaman industri (HTI) sebagai sumber bahan baku.

"Jadi sebenarnya tuntutan kita gak berat kok untuk menciptakan governance di industri corn drayer dan sustainability ini," ucapnya.

Menurutnya, produktifitas ini akan terus turun sehingga petani akan cari pupuk sebanyak mungkin untuk menggenjot produktifitas. Akibat proses kimiawi over penggunaan pupuk tanah semakin keras, pencemaran sungai akibat terbawa oleh run off.

"Terlalu mahal harga dan biaya lingkungan yg harus dibayar untuk investasi ini," ucapnya.

Ia mengusulkan sekaligus mendorong pemerintah agar lahan inti yang harus ada pada setiap pemilik corn drayer (gudang Jagung) sebagai sumber bahan baku dan dapat di gabungan bekerjasama dengan kelompok tani atau Gapoktan.

"Maka dalam hal ini, petani pemilik lahan (HGU) akan punya hubungan kontrak dengan pengusaha corn drayer, jadi petani tidak lagi menjadi obyek permainan harga jagung, karena sudah punya hubungan kontrak," tandasnya. (Red)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama