![]() |
Cerpen Kilas, Suara gedebuk-gedebuk pentungan menghantam batang besi terdengar berirama di lorong sel. Jeruji besi yang berkarat menggigil setiap kali dipukul, seperti ikut meratap bersama 250 jiwa yang terperangkap di dalam Rutan terpencil itu, sebuah bangunan tua yang jauh dari kota, lembab, dan bau anyir bercampur kapur barus.
Di sinilah Nina, 28 tahun, mendekam sebagai napi baru, baru tiga bulan menghirup udara busuk penjara. Wajahnya terlalu indah untuk tempat sekejam itu, kulit eksotik, mata bening seperti menyimpan rahasia, hidung mancung, dan alis secantik ukiran relief bidadari kayangan. Para tahanan menyebutnya Bunga Rutan. Bahkan para sipir pun diam-diam mengaguminya.
Termasuk Tarjo.
Sipir bertubuh kekar, berusia hampir kepala empat, berkulit gelap, dengan kumis tebal dan mata selalu menatap penuh nafsu. Dijuluki “bujang lapuk” karena hingga kini belum beristri. Makin hari, kekaguman Tarjo berubah menjadi obsesi. Saat jam makan, pandangannya selalu menelusuri gerak Nina; saat apel malam, ia selalu mencari-cari senyum perempuan itu.
Hingga suatu sore, di lorong sunyi, Tarjo memberanikan diri.
“Nin… kalau kamu butuh apa-apa… kamu tinggal bilang sama Mas Tarjo. Kamu cantik… Mas suka sama kamu.”
Nina menghentikan langkahnya, memandang dari ujung alis, lalu terkekeh sinis.
“Ngaca kamu!”
Seketika wajah Tarjo memucat. Kata-kata itu bagai petir menyambar harga dirinya. Ia menggigit bibir, menahan amarah yang membara.
Dalam hati, lahir satu sumpah: “Kamu akan menyesal.”
Malam itu, Tarjo pulang ke desa dan mendatangi seorang dukun tua bernama Mbah Karta...orang yang konon mampu menjerat ruh manusia.
“Saya ingin dia celaka.”
Dukun itu tersenyum, mulutnya tanpa gigi, aroma dupa menusuk hidung.
“Cantik yang meremehkan lelaki… memang lezat dijadikan tumbal,” bisiknya serak.
Sebuah ritual digelar. Seekor ayam hitam disembelih, darahnya diteteskan ke foto Nina yang dicuri Tarjo dari berkas tahanan. Mbah Karta membacakan mantra, dan dari kemenyan itu, muncul suara perempuan tertawa kecil, lirih, tapi tajam.
Kerasukan Pertama
Tepat pukul 00.00, penghuni Blok C diguncang suara cekikikan. Tahanan bangun mendadak, menjerit, melihat Nina berdiri di sudut sel, tatapannya kosong, bola matanya memutih seluruhnya, tanpa hitam sedikit pun.
Nina bergumam tak jelas, lidahnya seperti patah.
Lalu… ia menengadah dan tertawa.
Tawa panjang, melengking, memantul di dinding dan koridor... seolah bukan satu suara, tapi ratusan.
Tahanan lain berteriak ketakutan, memanggil sipir. Tubuh Nina melengkung, tangannya mencakar lantai, lalu ia merangkak ke dinding... dan menempel!
Bagai cicak raksasa, tubuhnya merayap di tembok, kepalanya berputar ke arah yang tak mungkin dilakukan manusia normal.
Seorang sipir membaca ayat, namun tawa itu justru semakin keras, berubah menjadi jeritan seperti suara perempuan disembelih.
Ustaz dipanggil. Setelah dibacakan ruqyah, Nina terkulai.
Tenang.
Tapi hanya sampai magrib berikutnya.
Pecahnya Nyawa
Malam kedua lebih mengerikan.
Nina tiba-tiba mencabik kulit lehernya sendiri hingga darah membasahi seragam tahanannya. Ia menggigit jarinya hingga putus. Rambutnya kusut berdiri, seperti hidup. Di sel, lampu berkedip-kedip, dan terdengar bisikan lirih,
“Cantik… cantik… cantik…”
Tahanan lain dipindahkan, namun sebelum sel dibuka, Nina berlari, tubuhnya sangat kuat, melesat ke tangga darurat. Ia naik sampai lantai 3, lalu berdiri di tepi balkon.
Tatapannya lurus pada Tarjo yang mengejarnya.
Mulut Nina tersenyum lebar hingga robek ke pipi.
“Ngaca kamu…”
Lalu terjun.
Tubuhnya menghantam lantai beton, tulangnya patah terdengar krek! berulang.
Nina tewas seketika.
Arwah Bunga Rutan
Sejak kematian itu, Rutan berubah penuh teror.
Setiap tengah malam, sipir yang berjaga mendengar ketukan kuku panjang di jeruji sel bekas Nina.
Beberapa tahanan mengaku melihat rambut panjang menjuntai dari plafon dan suara cekikikan menyusup ke telinga mereka.
Tarjo?
Tiga minggu setelah insiden, ia ditemukan gantung diri di ruang arsip. Lidahnya menjulur, kukunya penuh goresan seperti memaksa membuka pintu yang tak terlihat.
Namun hingga kini, para sipir bersumpah… Nina masih sering muncul.
Kadang duduk di atas tembok menara sambil menyisir rambutnya yang basah darah.
Kadang membisik di telinga petugas baru.
“Mas… aku cantik, kan?”
Dan jika ada yang menjawab tidak…
suara cekikikan akan terdengar lagi. (F)
