Wartawan dan Integritas, Pesan Tegas dari Ketua DKD PWI NTB

Ketua DKD PWI NTB, Abdus Syukur.
Ketua DKD PWI NTB, Abdus Syukur (foto/istimewa)

Profesi wartawan bukan sekadar soal menulis berita. Ia adalah amanah. Amanah untuk menjaga kata, menjaga kebenaran, dan menjaga nurani publik. Karena itu, Ketua DKD PWI NTB, Abdus Syukur, mengingatkan dengan tegas: jangan sekali-kali menyalahgunakan profesi wartawan.

“Kalau profesi ini disalahgunakan, ia tidak lagi menjadi cahaya, tapi justru bayangan gelap. Lebih baik mundur dengan hormat daripada mengotori nama organisasi dan merusak kepercayaan masyarakat,” ucapnya.

Ucapan itu bukan hanya sekadar peringatan, melainkan juga sebuah renungan moral. Wartawan, kata Abdus Syukur, adalah sosok yang seharusnya berdiri di garis depan menjaga akal sehat bangsa. Ia bukan hanya pembawa kabar, tetapi juga penafsir realitas yang dengan karyanya bisa menuntun masyarakat menuju kebenaran.

Namun, ketika profesi ini dipakai untuk kepentingan sempit—menekan, menakut-nakuti, atau mencari keuntungan pribadi—maka runtuhlah marwahnya. “Integritas itu pondasi. Kalau dari awal sudah menyimpang, bagaimana kita bisa bicara soal kebenaran? Jangan menodai profesi ini dengan kepentingan sesaat,” ujarnya.


Kode Etik Sebagai Penjaga Jalan

Menurut Abdus Syukur, aturan organisasi dan kode etik jurnalistik bukanlah belenggu, melainkan pagar yang menjaga wartawan agar tetap berada di jalan lurus. Aturan itu berlaku bagi semua, tanpa kecuali. Baik bagi anggota muda yang baru menapak, maupun anggota senior yang sudah kenyang pengalaman.

“Profesi ini bukan tempat untuk bermain-main. Kalau tidak siap jujur, lebih baik tinggalkan. Jangan sampai wartawan justru melukai martabat kewartawanan itu sendiri,” tegasnya.

Pernyataan Abdus Syukur sejatinya bukan hanya ancaman. Ia adalah panggilan jiwa. Sebuah doa agar insan pers kembali menyadari siapa dirinya. Wartawan bukanlah makhluk yang sempurna, tapi ia dituntut untuk terus menjaga akhlak, sebab tanpa akhlak berita hanyalah deretan kata yang kehilangan makna.

Dalam konteks masyarakat yang sedang gelisah oleh banjir informasi dan lautan hoaks, wartawan seharusnya tampil sebagai penjernih, bukan malah memperkeruh. Wartawan seharusnya hadir sebagai penuntun, bukan penyesat.

Seperti diingatkan Abdus Syukur, jika ada yang memilih jalan menyalahgunakan profesi ini, sesungguhnya ia sedang menutup pintu kepercayaan publik. Dan tanpa kepercayaan publik, wartawan hanya akan menjadi sosok yang kehilangan tempat di hati masyarakat.

Maka, pesan Ketua DKD PWI NTB yang juga Ketua SMSI NTB itu, seakan menjadi cermin bagi seluruh insan pers. Apakah kita masih setia pada nurani, atau justru tergoda pada kuasa dan kepentingan sesaat?. (red)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama