Dugaan Pungli PKH Monjok, Dalih Akomodir Warga Dibongkar, Uang Rp 50 Ribu ke Mana?

(Foto/ilustrasi)

Mataram (Kilasntb.com) — Drama dugaan pungutan liar (pungli) dalam penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) di Lingkungan Kamasan Monjok, Kelurahan Monjok, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram memasuki babak baru.

Setelah sebelumnya membantah adanya pungutan, Camat Selaparang Mulya Hidayat kini mengakui bahwa oknum sekretaris lingkungan memang menerima sejumlah uang dari penerima PKH.

Namun, Mulya menegaskan penerimaan uang tersebut bukan pungli, melainkan “inisiatif” atau kerelaan dari warga penerima PKH untuk mengakomodir warga lain yang disebut tidak kebagian bantuan PKH.

Usai melakukan penelusuran, Mulya mengatakan bahwa oknum sekretaris lingkungan tersebut telah menyampaikan laporan kepada Kepala Lingkungan Monjok terkait uang yang diterimanya.

“Jadi uang yang dia terima dilaporkan ke kepala lingkungan. Nantinya Pak Kaling akan menyalurkan uang yang sudah diterima itu kepada warga yang belum mendapatkan bantuan,” ujar Mulya saat dikonfirmasi Kilas NTB, Kamis (27/11).

Menurutnya, bentuk penyaluran ulang nantinya akan ditentukan oleh pihak lingkungan, apakah dalam bentuk uang tunai atau sembako. Ia mengklaim jumlah uang yang terkumpul tidak banyak.

Mulya beralasan praktik tersebut muncul karena banyak warga yang mengeluhkan tidak mendapatkan bantuan PKH saat penyaluran berlangsung.

“Banyak warga yang datang ke kepala lingkungan mengeluhkan ada yang tidak kebagian. Dan itulah yang diakomodir,” katanya.

Meski demikian, pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa mekanisme “mengakomodir” warga lain justru berasal dari pungutan penerima bantuan?.

Apakah ada dasar aturan yang membenarkan penarikan dana dari KPM PKH untuk disalurkan ke warga lain?

“Itu menjadi urusan pribadi si penerima bantuan,” kata Mulya.

Pernyataan terbaru ini bertolak belakang dengan pernyataan awal Mulya yang menegaskan “tidak ada pungutan sama sekali” dan menyebut kemungkinan pemberian sukarela tidak mungkin dilakukan oleh seluruh warga.

Kini, fakta bahwa sekretaris lingkungan menerima uang dari banyak penerima bantuan justru diakui oleh pihak kecamatan.

Warga Tetap Anggap Pungli

Terlepas dari alasan pihak kecamatan, warga tetap menilai tindakan tersebut sebagai pungli. Sebab, uang dipungut pada saat pencairan PKH dengan jumlah seragam Rp 50 ribu, ditambah pungutan Rp 20 ribu untuk materai yang sebenarnya tidak dibutuhkan kecuali untuk penerima dengan surat kuasa.

“Kalau alasan untuk dibagikan ke warga lain, itu urusan pemerintah. Bukan kami yang harus bayar,” ujar salah seorang penerima bantuan.

Sejumlah warga kembali mendesak aparat penegak hukum hingga Inspektorat Kota Mataram turun tangan.

“Ini bukan sekadar salah paham. Ada praktik pungutan yang dilegalkan dengan alasan yang tidak masuk akal. Harus ada tindakan tegas,” ujar warga lainnya. (Fd)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama