![]() |
| Wakil Gubernur NTB, Hj. Indah Dhamayanti Putri, yang membuka kegiatan Forum Group Discussion (FGD) yang digelar di Hotel Lombok Raya, secara resmi (foto/Diskominfotik NTB |
Mataram (Kilasntb.com) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai mematangkan penataan ulang struktur organisasi perangkat daerah lewat Forum Group Discussion (FGD) yang digelar di Hotel Lombok Raya, Senin (1/12). Langkah ini menjadi awal transisi besar menjelang penerapan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) baru pada awal 2026.
Wakil Gubernur NTB, Hj. Indah Dhamayanti Putri, yang membuka kegiatan itu secara resmi, menegaskan bahwa penataan kelembagaan bukan sekadar rutinitas birokrasi, melainkan respon strategis terhadap tuntutan efisiensi dan layanan publik yang semakin cepat.
“Penataan kelembagaan adalah bagian dari upaya kita menyesuaikan diri dengan tantangan pemerintahan modern, tuntutan efisiensi, kecepatan layanan publik dan peningkatan kinerja pembangunan,” ujarnya.
Perubahan ini tidak kecil. Lebih dari 200 pejabat eselon III dan IV akan dialihkan ke jabatan fungsional. Wagub menekankan bahwa proses tersebut telah disiapkan matang, termasuk pendampingan, uji kompetensi, hingga penempatan ASN agar tetap memiliki ruang pengembangan karier.
“Proses ini tidak dilakukan secara tiba-tiba, tetapi disiapkan dengan mekanisme yang jelas agar setiap ASN tetap memiliki ruang berkembang dan jalur karir yang pasti,” tambahnya.
Pj Sekda NTB, Lalu Moh. Faozal, dalam laporannya menyoroti pentingnya penyamaan persepsi sehingga penataan kelembagaan tidak terjebak dalam salah tafsir.
“Selama ini ada banyak diskusi, ada yang menganggap ini penyederhanaan jabatan, ada yang menilai sebagai penataan staf. Melalui forum ini kita mendapatkan penjelasan yang komprehensif agar langkah kita ke depan semakin terarah,” jelasnya.
Ia menegaskan perangkat daerah harus bergerak cepat, menyesuaikan rencana kerja, SOP, dan uraian tugas sesuai struktur baru, tanpa mengorbankan layanan publik selama masa transisi.
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, memberi catatan kritis. Menurutnya, ukuran organisasi bukan indikator kinerja. Banyak instansi kecil mampu bekerja sangat efektif, sementara yang lain justru mandek meski berukuran serupa.
“Yang lebih penting adalah kemampuan sumber daya manusia dalam memahami data, menguasai objek kerja serta menjaga kualitas layanan publik. Hal inilah yang menentukan efektivitas birokrasi, bukan ukuran kelembagaan,” tegasnya.
Akmal juga menepis anggapan bahwa penataan struktur ini menjadi penilaian kinerja perangkat daerah. Hingga kini, katanya, tak ada indikator yang mengaitkan perubahan kelembagaan dengan performa instansi.
FGD turut melibatkan kepala OPD, akademisi, dan praktisi pemerintahan untuk memastikan desain organisasi yang disusun benar-benar relevan dengan kebutuhan pembangunan daerah. (Red)
