Teman Kencan Jadi Motif Penghapusan CCTV, Jaksa Telanjangi Peran Kompol Yogi 

Sidang perdana Kasus kematian Brigadir M. Nurhadi dengan menghadirka dua terdakwa Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Gede Aris Candra Widianto (foto/Kilas NTB)

Mataram (Kilasntb.com) — Sidang perdana kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi menyeret dugaan rekayasa terhadap barang bukti. Di ruang sidang Pengadilan Negeri Mataram, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membongkar salah satu motif penghilangan jejak, yakni ketakutan rumah tangga runtuh.

"Terdakwa Yogi meminta bukti video CCTV yang ada perempuan yang menjadi teman kencannya bernama Misri Puspita Sari itu dihapus, karena takut diketahui oleh istrinya yang dikhawatirkan menjadi memicu perceraian," ujar JPU Ahmad Budi Mukhlis di hadapan majelis hakim, Senin (27/10).

Permintaan itu terjadi dua hari setelah Nurhadi tewas. Pada Jumat (18/4) pagi, Kompol Made Yogi Purusa Utama bersama Ipda Gede Aris Candra Widianto menghubungi Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, AKP Punguan Hutahaean. Dalam komunikasi itu, Yogi meminta agar rekaman CCTV di lokasi kejadian dihapus. Selain itu, ia juga menanyakan laporan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) yang dilakukan Tim Reskrim Polres Lombok Utara.

Tidak berhenti di situ, Yogi juga mengajukan keberatan terkait pasal yang digunakan dalam Laporan Polisi (LP), yaitu Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Yogi beralasan bahwa autopsi terhadap jenazah Brigadir Nurhadi telah ditolak oleh pihak keluarga korban.

Kepada Punguan, Yogi berupaya memberikan narasi pembenaran bahwa kematian Nurhadi disebabkan oleh aksi salto saat berenang di kolam, bukan karena tindak penganiayaan. Namun, Punguan tidak menindaklanjuti permintaan tersebut dan memilih untuk menyampaikan bahwa penanganan penyidikan nantinya akan dilimpahkan ke Polda NTB. 

Selanjutnya Jaksa menuturkan, Yogi dan Aris melarang tim medis mendokumentasikan jenazah, termasuk pembuatan rekam medis. Penyebab kematian pun disetel ulang sebagai “tenggelam secara wajar”, meski luka fisik mencolok ditemukan di tubuh korban. Waktu kematian pun bahkan dimundurkan.

Yogi juga memerintahkan petugas patroli agar tidak melakukan identifikasi. Ia hendak membangun narasi palsu bahwa Nurhadi adalah warga sipil asal Jakarta, bukan anggota kepolisian. “Petugas mengikuti karena terdakwa adalah anggota Paminal Bidpropam yang punya pengaruh kuat,” kata Jaksa.

Di belakang layar, Yogi dan Misri menghapus percakapan telepon, rekaman panggilan, dan data digital dari seluruh ponsel, termasuk milik korban dan pasangan kencan Aris, Meylani Putri yang dibayar dengan tarif Rp5 juta.

“Tujuannya untuk menghilangkan petunjuk yang bisa mempercepat pengungkapan tindak pidana,” ujar jaksa.

Dalam dakwaannya, jaksa menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, atau Pasal 354 ayat (2) KUHP mengenai penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, serta Pasal 221 ayat (1) karena diduga menghalangi penyidikan.

Sebelumnya, Brigadir Muhammad Nurhadi ditemukan meninggal di dasar kolam sebuah villa di Gili Trawangan pada Rabu (16/4/2025) malam. Malam itu, menurut dakwaan, Kompol Yogi, Ipda Aris, dan dua perempuan yang diduga disewa sebagai teman kencan berpesta minuman keras, pil ekstasi, dan obat penenang, namun siapa sangka pesta malam itu berujung kematian salah satu dari mereka. (F)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama