![]() |
| Rilis yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) NTB (foto/Diskominfotik NTB) |
Mataram (Kilasntb.com) - Perekonomian Nusa Tenggara Barat (NTB) memasuki fase “kontras kinerja”. Surplus perdagangan luar negeri kembali melonjak, tetapi industri jasa, terutama pariwisata, hotel, dan transportasi, mengalami pelemahan yang mengkhawatirkan. Demikian salah satu sorotan dari rilis tujuh indikator ekonomi terbaru yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Senin (3/11/2025).
Kepala BPS NTB Wahyudin menegaskan bahwa inflasi di NTB pada Oktober 2025 mencapai 0,35 persen (mtm), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang hanya 0,28 persen.
“Kenaikan harga terjadi pada kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya, serta pada sejumlah komoditas seperti emas perhiasan, cabai merah, ikan layang, bandeng, dan udang basah,” ujar Wahyudin.
Kondisi ini menunjukkan tekanan inflasi masih dirasakan langsung oleh rumah tangga, terutama kelompok menengah bawah yang rentan terhadap fluktuasi harga pangan.
Petani Masih Jadi Penopang
Meski inflasi menekan masyarakat, sektor pertanian justru menjadi “penahan goncangan” ekonomi NTB. Nilai Tukar Petani (NTP) naik 0,65 persen, ditopang peningkatan harga komoditas utama seperti gabah, tembakau, dan hortikultura.
Namun analis mencatat, kenaikan NTP belum serta-merta mencerminkan peningkatan kesejahteraan petani. Distribusi pasar dan biaya produksi masih menjadi faktor pembatas keuntungan riil di tingkat petani.
Pariwisata Lesu, Hotel Sepi Tamu
Penurunan cukup tajam terjadi di sektor yang selama satu dekade terakhir menjadi tulang punggung ekonomi NTB, yakni pariwisata. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang anjlok 3,13 poin menjadi 45,67 persen, sedangkan hotel nonbintang turun 4,36 poin menjadi 33,86 persen.
Penurunan mobilitas juga tercermin dari menyusutnya jumlah penumpang pesawat dan kapal laut, baik domestik maupun internasional. Sejumlah pelaku industri pariwisata menilai tren ini mengindikasikan belum pulihnya minat kunjungan setelah tingginya aktivitas di periode liburan pertengahan tahun.
Surplus Tinggi, Namun Terdikte Ekspor Primer
Di tengah pelemahan sektor jasa, perdagangan luar negeri justru menunjukkan lonjakan kuat. Nilai ekspor September 2025 mencapai US$ 173,7 juta, didominasi perhiasan/permata (64,55%) dan tembaga (32,17%).
Adapun impor hanya US$ 11,93 juta, menghasilkan surplus US$ 161,77 juta. Secara kumulatif, surplus dagang NTB pada 2025 mencapai US$ 400,31 juta.
Namun struktur ekspor yang sangat bergantung pada komoditas primer yang fluktuatif dan memiliki nilai tambah rendah di daerah, dinilai berisiko bagi ketahanan ekonomi jangka panjang. (F)
