![]() |
| Penahanan oknum ASN Pemda Lombok Barat inisial H. MZ, S.IP, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Dinas Sosial Lombok Barat (foto/istimewa) |
Mataram (Kilasntb.com) – Kejaksaan Negeri Mataram kembali menahan satu tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi paket pokok pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Lombok Barat tahun anggaran 2024. Kali ini, penyidik Pidana Khusus menetapkan dan menahan oknum ASN Pemda Lombok Barat inisial H. MZ, S.IP, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Dinas Sosial Lombok Barat.
Penahanan dilakukan Selasa (3/12), setelah penyidik menilai alat bukti terhadap keterlibatannya dalam pengelolaan anggaran program belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat telah terpenuhi.
Kepala Kejari Mataram Dr. Gde Made Pasek Swardhyana menjelaskan bahwa pada 2024, Dinas Sosial Lombok Barat mengalokasikan anggaran sebesar Rp22,26 miliar untuk 143 kegiatan. Dari jumlah itu, 100 kegiatan merupakan Pokir DPRD.
“Dalam paket-paket Pokir itulah proses pengadaan diduga dikendalikan dan diatur sejak awal. Termasuk delapan paket di Bidang Pemberdayaan Sosial dan dua paket di Bidang Rehabilitasi Sosial dengan total pagu mencapai Rp2 miliar,” ujar Kajari.
Kasus ini ikut menyeret beberapa pihak, di antaranya Hj. DD, SE, AZ, anggota DPRD Lombok Barat, serta seorang berinisial R dari pihak swasta, yang sudah ditahan lebih dulu di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.
Kajari memaparkan sejumlah dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka H. MZ bersama tersangka lainnya. Proses penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disebut tidak dilakukan dengan survei harga memadai, melainkan hanya merujuk pada Standar Satuan Harga (SSH) 2023 dan ketersediaan anggaran.
“Penetapan harga yang tidak berdasarkan survei pasar membuat nilai kontrak jauh di atas harga sebenarnya. Ini memicu kemahalan harga,” kata Pasek.
Selain itu, penyidik menemukan adanya dugaan pengaturan pemenang pengadaan. PPK dan pihak terkait diduga menunjuk langsung penyedia tertentu, yakni tersangka R.
Lebih jauh, pengawasan dan pengendalian kontrak disebut tidak dilakukan. Akibatnya, terdapat pekerjaan yang tidak sesuai kontrak, bahkan ada pembayaran yang disetujui meski pelaksana tidak bekerja.
Berdasarkan audit Inspektorat Lombok Barat, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1.775.932.500. Kerugian ini berasal dari praktik mark-up harga dan belanja fiktif dalam pelaksanaan paket-paket Pokir tersebut.
Usai ditetapkan tersangka, H. MZ langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat. Sementara itu, tersangka Hj. DD masih menjalani pemeriksaan intensif.
“Kami memastikan seluruh pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban. Penyidikan tidak berhenti pada yang sudah ditahan,” tegas Kajari.
Para tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 12 UU Tipikor. (Fd)
