![]() |
| Forum Catatan Rakyat yang digelar YIM Creative Center di Mataram (foto/istimewa) |
Mataram (Kilasntb.com) — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai memainkan kartu terkuatnya, membangun dari desa. Program Desa Berdaya Transformatif, yang kini menjadi amunisi utama menurunkan kemiskinan ekstrem, diposisikan bukan sekadar proyek pendampingan, tetapi rekayasa ulang ekosistem ekonomi desa.
Kepala Diskominfotik NTB, Yusron Hadi, menyebut pijakan program ini sangat sederhana, namun strategis: penduduk miskin terbanyak berada di desa, sementara potensi ekonomi justru paling melimpah di wilayah yang sama, pangan, pertanian, hingga perikanan. Yang menarik, kata Yusron, adalah modal baru yang selama ini sering luput: anak-anak muda desa yang inovatif.
“Jika kreativitas anak muda ini dikemas dalam strategi yang tepat, desa bisa menjadi pusat kekuatan ekonomi NTB,” ujar Yusron dalam forum Catatan Rakyat yang digelar YIM Creative Center di Mataram, Jumat (7/11).
Program ini juga sengaja dirancang bersinggungan dengan pengembangan desa wisata, membentuk klaster destinasi yang terhubung dengan pasar nasional dan internasional. Desa bukan lagi diposisikan sebatas objek pembangunan, tetapi simpul strategis lintas sektor, mulai dari pertanian, industri, ekonomi kreatif, hingga hilirisasi yang menegaskan siapa produsen, siapa pengolah, dan siapa pemasar.
Di tengah euforia pendekatan baru ini, akademisi Universitas Mataram, Dr. Firman, menilai Desa Berdaya Transformatif tak ubahnya model pembangunan generasi baru, lebih empiris, lebih sistematis, dan menempatkan data sebagai fondasi utama.
“Program ini fokus pada keluarga miskin ekstrem di desil satu. Pendekatannya bukan hanya ekonomi, tetapi juga sosiologis, psikologis, dan demografis,” ujarnya.
Pendampingan dilakukan selama dua tahun, dengan tahapan yang terang, verifikasi, validasi, perubahan perilaku, pemberdayaan sosial, hingga penguatan keuangan rumah tangga. Target akhirnya jelas: keluarga miskin tidak hanya keluar dari statistik kemiskinan, tetapi naik kelas menjadi produsen yang mandiri.
Platform kolaborasi ini menjadikan pemerintah provinsi sebagai dirigen besar yang mengorkestrasi desa, pemerintah pusat, kabupaten/kota, mitra pembangunan, hingga sektor swasta. Desalah yang disiapkan menjadi simpul terbaru transformasi NTB. (Red)
