Etika di Balik Traktiran

(Dok. Ilustrasi)

Kilas NTB
, Ditraktir sering kali terdengar sederhana, makan enak tanpa harus merogoh dompet. Tapi di balik sepiring makanan gratis itu, ada etika yang tak tertulis, ada rasa yang harus dijaga, dan ada sikap yang mencerminkan siapa diri kita. 

Traktiran bukan sekadar soal siapa membayar apa, melainkan tentang kepekaan sosial, empati, dan tahu diri.

Tak sedikit hubungan pertemanan, rekan kerja, bahkan keluarga menjadi canggung hanya karena satu hal sepele, sikap saat ditraktir. Ada yang terlalu sungkan, ada yang terlalu bebas, ada pula yang lupa bahwa “gratis” bukan berarti “bebas sebebas-bebasnya”. Artikel hiburan ini mengajak kita menertawakan diri sendiri sambil belajar, bahwa ditraktir pun ada seninya.

Jangan Jadi “Paling Mahal” di Meja

Saat ditraktir, sebaiknya kita menyesuaikan pesanan dengan situasi. Kalau yang mentraktir memesan menu sederhana, rasanya kurang pantas jika kita langsung menunjuk menu termahal lengkap dengan tambahan ini-itu. Bukan soal boleh atau tidak, tapi soal empati.

Kalau ragu, intip saja, “Yang pesan apa?” atau pilih menu yang wajar. Ingat, traktiran adalah bentuk kebaikan, bukan ajang balas dendam lapar.

Ikut Merasa, Bukan Ikut Menghabiskan

Makanlah dengan wajar. Jangan karena merasa tidak membayar lalu makan paling rakus, pesan berlebihan, atau meninggalkan sisa makanan. Menghargai traktiran juga berarti menghargai makanan itu sendiri.

Kalau sudah kenyang, berhentilah. Tidak semua yang gratis harus dihabiskan.

Ucapkan Terima Kasih, Jangan Cuma di Hati

Kalimat sederhana seperti “Terima kasih ya” sering kali lebih bermakna daripada apa pun. Jangan lupa diucapkan, bukan cuma dipikirkan. Lebih baik lagi jika ditambah senyum dan sikap yang tulus.

Sesudah acara pun, tidak ada salahnya mengirim pesan singkat, “Makasih traktirannya, enak dan menyenangkan.” Hal kecil, tapi besar artinya.

Jangan Mengajak Tambahan Tanpa Izin

Mengajak orang lain ikut makan saat kita ditraktir, tanpa sepengetahuan yang membayar adalah pelanggaran etika tingkat lanjut. Walaupun niatnya berbagi, keputusan tetap ada di tangan yang mentraktir.

Kalau memang ingin menambah orang, tanyakan dulu. Traktiran bukan undangan terbuka kecuali disebutkan sejak awal.

Tidak Perlu Pamer, Tidak Perlu Meremehkan

Ditraktir bukan ajang pamer di media sosial, apalagi dengan caption yang terkesan meremehkan, “Lumayan gratis.” Hargai niat baik orang lain. Jika ingin mengunggah, lakukan dengan sopan dan penuh rasa terima kasih.

Lebih elegan lagi kalau kenangan traktiran cukup disimpan sebagai cerita baik, bukan konten semata.

Tahu Waktu untuk Membalas

Etika yang indah adalah tahu kapan membalas, meski tidak harus langsung. Hari ini kamu ditraktir, lain waktu kamu bisa gantian. Tidak harus sama mahalnya, yang penting niat dan perhatian.

Traktiran yang sehat bukan tentang hitung-hitungan, tapi tentang keseimbangan.

Pada akhirnya, etika saat ditraktir adalah cermin kepribadian. Cara kita bersikap di momen kecil seperti ini sering kali lebih jujur daripada kata-kata besar tentang sopan santun. Karena menghargai traktiran berarti menghargai manusia di baliknya.

Gratis boleh, tapi tahu diri itu wajib.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama